Minggu, 22 Mei 2016

Tokoh-Tokoh dalam Paham Baru

Berikut ini adalah beberapa tokoh yang mencetuskan pemikiran tentang paham-paham baru, diantaranya :
  1. Karl Marx (Komunisme)

Karl Heinrich Marx lahir di Trier, Prusia, 5 Mei 1818 dan meninggal di London, Inggris, 14 Maret 1883 pada umur 64 tahun. Ia adalah seorang filsuf, pakar ekonomi, politik, dan teori kemasyarakatan.
Marx sering dijuluki sebagai bapak dari komunism. Ia memperdebatkan bahwa analisis tentang kapitalisme miliknya membuktikan bahwa kontradiksi dari kapitalisme akan berakhir dan memberikan jalan untuk komunisme.
Dalam bukunya Marx, Das Kapital, (2006), penulis biografi Francis Wheen mengulangi penelitian David McLellan yang menyatakan bahwa sejak Marxisme tidak berhasil di Barat, hal tersebut tidak menjadikan Marxisme sebagai ideologi formal, namun hal tersebut tidak dihalangi oleh kontrol pemerintah untuk dipelajari.
Karena beberapa tulisannya meresahkan pemerintah Prussia Pemerintahan Perancis pada akhirnya mengusir Marx pada tahun 1845, dan ia berpindah ke Brussel. Radikalismenya tumbuh, dan ia menjadi anggota aktif gerakan revolusioner internasional. Ia juga bergabung dengan liga komunis dan diminta menulis satu dokumen yang memaparkan tujuan dan kepercayaannya. Hasilnya adalah Communist Manifesto yang terbit pada tahun 1848.
Pada tahun 1849 Marx pindah ke London, dan karena kegagalan revolusi politiknya pada tahun 1848, ia mulai menarik diri dari aktivitas revolusioner lalu beralih ke penelitian yang lebih serius dan terperinci tentang bekerjanya sistem kapitalis. Studi-studi ini akhirnya menghasilkan tiga jilid buku Capital, yang jilid pertamanya terbit pada tahun 1867; dua jilid lainnya terbit setelah ia meninggal. Ia hidup miskin selama tahun-tahun itu, dan hampir tidak mampu bertahan hidup dengan sedikitnya pendapatan dari tulisan-tulisannya dan dari bantuan Engels.

  1. Jamaluddin Al-Afghani (Pan-Islamisme)

Semua orang sepakat bahwa dialah yang menginspirasi gerakan Islam modern dan mengilhami pembaharuan di kalangan kaum Muslim yang hidup di tengah-tengah kemodernan. Dia pula yang pengaruhnya amat besar terhadap gerakan-gerakan pembebasan dan konstitusional yang dilakukan di negara-negara Islam setelah zamannya. Ia menggabungkan ilmu-ilmu tradisional Islamnya dengan berbagai ilmu pengetahuan yang diperolehnya dari Eropa dan pengetahuan modern. Semua usahanya dicurahkan untuk menerbitkan makalah-makalah politik yang membangkitkan semangat, khususnya yang termuat dalam majalah Al-Urwah al-Wutsqa. Ia telah membangkitkan gerakan yang berskala nasional dan gerakan jamaah Islam.
Dalam rangka usaha pemurnian akidah dan ajaran Islam, serta pengembalian keutuhan umat Islam, Afghani menganjurkan pembentukan suatu ikatan politik yang mempersatukan seluruh umat Islam (Jami’ah islamiyah) atau Pan Islamisme. Menurut Afghani, asosiasi politik itu harus meliputi seluruh umat Islam dari segala penjuru dunia Islam, baik yang hidup dalam negara-negara yang merdeka, termasuk Persia, maupun mereka yang masih merupakan rakyat jajahan. Ikatan tersebut, yang didasarkan atas solidaritas akidah Islam, bertujuan membina kesetiakawanan dan persatuan umat Islam dalam perjuangan.
Menurut Afghani, melalui Pan Islamisme merupakan cara terbaik dan paling efektif untuk mencapai tujuan-tujuan, diantaranya adalah melalui revolusi yang didasarkan atas kekuatan rakyat, jika perlu dengan pertumpahan darah. Ia mengatakan bahwa kalau memang ada sejumlah hal yang harus direbut dan tidak ditunggu untuk diterima sebagai hadiah atau anugerah, maka kebebasan kemerdekaan merupakan dua hal tersebut.
Tujuan utama gerakan Pan Islamisme ialah menyatukan pendapat semua negara-negara Islam dibawah satu kekhalifahan, untuk mendirikan sebuah imperium Islam yang kuat dan mampu berhadapan dengan campur tangan bangsa Eropa. Ia ingin membangunkan kesadaran mereka akan kejayaan Islam pada masa lampau yang menjadi kuat karena bersatu. Menyadarkan bahwa kelemahan umat Islam sekarang ini karena mereka terpecah belah.

  1. Joseph Ernest Renan (Nasionalisme)

Joseph Ernest Renan, lahir di Tréguier, Bretagne, Perancis, 28 Februari 1823 – meninggal di Paris, 2 Oktober 1892 pada umur 69 tahun adalah seorang sastrawan, filolog, filsuf dan sejarawan Prancis. Kini Renan dianggap sebagai seorang cendekiawan yang sudah menjadi acuan, dengan tulisan terkenal seperti Prière sur l’Acropole (“Doa di Akropolis”, 1865) dan Qu’est-ce qu’une nation ? (“Apa itu bangsa?”, 1882), di mana dia merumuskan paham bahwa suatu bangsa bukan hanya berdasarkan pada masa lampau bersama yang nyata, tapi juga pada kemauan hidup bersama : “Ce qui constitue une nation, ce n’est pas de parler la même langue, ou d’appartenir à un groupe ethnographique commun, c’est d’avoir fait ensemble de grandes choses dans le passé et de vouloir en faire encore dans l’avenir” (“Apa yang membuat satu bangsa, bukanlah menutur bahasa yang sama, atau menjadi bagian dari kelompok etnografis yang sama, tapi sempat membuat hal-hal besar pada masa lampau dan ingin membuat lagi hal-hal besar pada masa depan”). Soekarno sering mengacu pada gagasan Renan ini untuk menjelaskan pahamnya tentang bangsa Indonesia.
Indonesia menerapkan ideologi pancasila, yaitu percampuran paham-paham di Dunia selain komunisme.

Tidak ada komentar: