Kamis, 24 Maret 2016

Waktu Luang, Waktu Bahagia bagi Pelajar

Hmmm.. Hai sobat!
Oh iya... Ane lupa ngucap salam nih...
Assalamuaikum Wr. Wb.

Sekarang ane mau ngeshare nih tentang WAKTU LUANG BAGI PELAJAR.

Waktu luang merupakan waktu yang paling afdol untuk bersantai, mengobrol, ataupun menghilangkan penat kita setelah kita mengerjakan ulangan. Waktu itu sangat diharapkan bagi banyak pelajar di Indonesia, khususnya bagi pelajaran-pelajaran yang membosankan. Kalo ane pelajaran yang membosankan yaitu pelajaran Fisika, MAT P, atau MAT Wajib. Ketika ane lihat jadwal ternyata ada tiga pelajaran tersebut dalam satu hari, rasanya hidup gw penuh dengan was-was. Misalnya lho, jika guru mata pelajaran tersebut memberikan tugas atau lebih parahnya lagi ULANGAN HARIAN KETIGA PELAJARAN TERSEBUT, bisa-bisa gw tewas di tempat. -_-
Lebih nyeseknya lagi, jika ane udh belajar mati-matian sampai jam 11 malem ataupun lebih dari jam tersebut, saat ulangan beda dari kenyataan... Ane kira soalnya gampang.... Masyaallah, gw nggak paham sama soal tersebut, trus gw tawakkal aja kepada Allah... Setelah melihat hasil ulangan tersebut... (tawa jahat) Ternyata.... Gw remedial semua mapel tersebut... Nyesek kan...

Waktu luang sangat penting karena disamping untuk bersantai-santai, juga untuk merilekskan diri setelah ulangan harian. Kadang-kadang ada beberapa orang yang masih sibuk belajar saat waktu luang tersebut, ngapain coba? Waktu luang kan waktu untuk bersantai bukan waktu untuk belajar. Kata guru ane, belajarlah saat waktu belajar, yaitu ketika KBM ( Kegiatan Belajar Mengajar ) dan Di luar KBM. Nah aku gunakan waktu tersebut untuk memposting sesuatu yang berguna bagi orang lain yaitu ngepost di Blog . Siswa yang lainnya, banyak yang nonton film di Laptop. Nah, biasanya kita menonton lewat LCD. Kita nonton rame-rame.

Hmm. That's All. Semoga Bermanfaat ya..

Wassalamualaikum Wr. Wb.

Perbedaan Fatahillah dan Sunan Gunung Jati

Assalamualaikum Wr. Wb.

Hai sobat! sekarang ane mau ngasih tau nih... apa perbedaan antara Fatahillah dan Sunan Gunung Jati. Ketika pelajaran sejarah islam kita menganggapnya sama, padahal berbeda lho...
Sekarang check this ! 
PERBEDAAN FATAHILLAH DENGAN SUNAN GUNUNG JATI
Hayoo!! Ini Fatahillah atau Sunan Gunung Jati ?

Menurut Wikipedia,nih ye...
Siapa itu SULTAN GUNUNG JATI ?
Sunan Gunung Jati atau Syarif Hidayatullah[1], lahir sekitar 1450 M, namun ada juga yang mengatakan bahwa ia lahir pada sekitar 1448 M. Sunan Gunung Jati adalah salah satu dari kelompok ulama besar di Jawa bernama walisongo. Sunan Gunung Jati merupakan satu-satunya Walisongo yang menyebarkan Islam di Jawa Barat.


Siapa itu FATAHILLAH ?
Fatahillah adalah tokoh yang dikenal mengusir Portugis dari pelabuhan perdagangan Sunda Kelapa dan memberi nama "Jayakarta" yang berarti Kota Kemenangan, yang kini menjadi kota Jakarta. Ia dikenal juga dengan nama Falatehan. Ada pun nama Sunan Gunung Jati dan Syarif Hidayatullah, yang sering dianggap orang sama dengan Fatahillah, kemungkinan besar adalah mertua dari Fatahillah.


Alasan dari wikipedia itu : Sunan gunung jati kemungkinan besar adalah mertua dari Fatahillah.

So
, Sunan gunung jati berbeda dengan Fatahillah.
Thanks! Wassalamualaikum Wr. Wb.


Selasa, 22 Maret 2016

Kebudayaan Islam di Kota Brebes Berhias

Assalamualaikum Wr. Wb.

Hai semuanya, sekarang ane mau share nih... Kebudayaan di Brebes apa aja sih ? Ada, apa nggak ada nih ? Ada dong.... Check this article! 



1. Burokan


Kemunculan seni Burokan berdasarkan tuturan para senimannya berawal dari sekitar tahun 1934 seorang penduduk desa Kalimaro Kecamatan Babakan bernama abah Kalil membuat sebuah kreasi baru seni Badawang (boneka-boneka berukuran besar) yaitu berupa Kuda Terbang Buroq, konon ia diilhami oleh cerita rakyat yang hidup di kalangan masyarakat Islam tentang perjalanan Isra Mi’raj Nabi Muhamad SAW dari Masjidil Haram ke Masjidil Aqsha dengan menunggang hewan kuda bersayap yang disebut Buroq.
Pertunjukan Burokan biasanya dipakai dalam beberapa perayaan, seperti Khataman, Sunatan, perkawinan, Marhabaan dll. Biasanya dilakukan mulai pagi hari berkeliling kampung di sekitar lokasi perayaan tersebut. Adapun boneka-boneka Badawang di luar Buroq, terdapat pula boneka Gajah, Macan, dll. Di mana sebelumnya disediakan terlebih dahulu sesajen lengkap sebagai persyaratan di awal pertunjukan. Kemudian ketua rombongan memeriksa semua perlengkapan pertunjukan sambil membaca doa. Pertunjukan dimulai dengan Tetalu lalu bergerak perlahan dengan lantunan lagu Asroqol (berupa salawat Nabi dan Barzanji). Musik pengiring Burokan biasanya terdiri dari 3 buah dogdog (besar, sedang, kecil), 
4 genjring, 1 simbal, organ, gitar, gitar melodi, kromong, suling, kecrek. Di dalam pertunjukan berfungsi sebagai pengiring tarian juga pengiring nyanyian. Makna yang tersembunyi dibalik bentuk pertunjukan Burokan, antara lain: Makna syukuran bagi siapapun yang menanggap Burokan, terutama dianggap sebagai seni pertunjukan rakyat yang Islami; Makna sinkretis bagi yang melihatnya dari tradisi Badawang (boneka-boneka yang ada muncul dari cara berfikir mitis totemistik yang berasal dari hubungan arkaistik sebelum Islam menjadi agama dominan di Cirebon); Makna akulturasi bagi benda yang bernama Buroq (sebagai pinjaman dari daerah Timur Tengah terkait dengan kisah Isra Mi’raj Nabi Muhamad SAW yang dipercayai sebagian masyarakat Cirebon sebagai dongeng dari tempat-tempat pengajian yang diabadikan juga dalam lukisan-lukisan kaca)


2. Sintren

Sintren adalan kesenian tari tradisional masyarakat Jawa, khususnya di Cirebon. Kesenian ini terkenal di pesisir utara Jawa Barat danJawa Tengah, antara lain
di Indramayu, Cirebon, Majalengka, Jatibarang, Brebes, Pemalang, Banyumas,Kabupaten Kuningan, dan Pekalongan. Kesenian Sintren dikenal juga dengan nama lais. Kesenian Sintren dikenal sebagai tarian dengan aroma mistis/magis yang bersumber dari cerita cinta kasih Sulasih dengan Sulandono. Kesenian Sintren berasal dari kisah Sulandono sebagai putra Ki Bahurekso Bupati Kendal yang pertama hasil perkawinannya dengan Dewi Rantamsari yang dijuluki Dewi Lanjar. Raden Sulandono memadu kasih dengan Sulasih seorang putri dari Desa Kalisalak, namun hubungan asmara tersebut tidak mendapat restu dari Ki Bahurekso, akhirnya R. Sulandono pergi bertapa dan Sulasih memilih menjadi penari. Meskipun demikian pertemuan di antara keduanya masih terus berlangsung melalui alam gaib. Pertemuan tersebut diatur oleh Dewi Rantamsari yang memasukkan roh bidadari ke tubuh Sulasih, pada saat itu pula R. Sulandono yang sedang bertapa dipanggil oleh roh ibunya untuk menemui Sulasih dan terjadilah pertemuan di antara Sulasih dan R. Sulandono. Sejak saat itulah setiap diadakan pertunjukan sintren sang penari pasti dimasuki roh bidadari oleh pawangnya, dengan catatan bahwa hal tersebut dilakukan apabila sang penari masih dalam keadaan suci (perawan). sintren jg mempunyai keunikan tersendiri yaitu terlihat dari panggung alat-alat musiknya yang terbuat dari tembikar atau gembyung dan kipas dari bambu yang ketika ditabuh dengan cara tertentu menimbulkan suara yg khas. Sintren diperankan seorang gadis yang masih suci, dibantu oleh pawang dengan diiringi gending 6 orang. Dalam perkembangannya tari sintren sebagai hiburan budaya, kemudian dilengkapi dengan penari pendamping dan bodor (lawak).

3. Dogdog kliwon

Konon ratusan tahun lalu, kesenian tradisional dogdog kaliwon hidup subur di wilayah Kecamatan Salem, Kabupaten Brebes.
Kesenian itu lahir dengan nama dogdog yang dalam istilah Jawa berarti menabuh. Karena kerap dipentaskan pada malam Kliwon, kemudian diberi nama dogdog kaliwon.Kesenian ini biasanya dimainkan 4-10 orang. Mereka memainkan alat musik seperti gendang. Bedanya, gendang yang kemudian dikenal dengan dogdog itu menggunakan bahan baku dari pohon enau (aren) baik yang besar maupun kecil.
Keberadaan kesenian ini sudah dikenal warga Kecamatan Salem biasanya untuk dipentaskan dalam setiap acara penyambutan panen raya padi. Dalam pekembangan berikutnya, dogdog kaliwon kini makin memasyarakat. Itu terjadi ketika banyak orang punya hajat pernikahan atau sunat menggunakan kesenian ini untuk hiburannya.
Karena makin digemari warga yang tinggal di lereng Gunung Leo itu, muncul ide untuk memadukannya dengan musik dangdut. Yang unik, lagu-lagu yang ditampilkan dalam dua bahasa, yaitu Jawa dan Sunda. Ini dia sisi menariknya. Dimana dua ragam bahasa bisa dijadikan satu melalui kolaborasi yang seirama sehingga didapatkan suatu nilai seni yang luar biasa. Makanya di awal tadi saya tuliskan dialog dua bahasa, karena ada hubungannya juga dengan kesenian ini, hanya saja kalau dialog di atas adalah dialog ngawur (asal-asalan). Hehehe. 
Dogdog Kaliwon juga bahkan sesekali tampil dengan lagu dangdut asli. Kolaborasi musik dogdog kaliwon dan dangdut sebenarnya karena tuntutan masyarakat. Mereka merasakan adanya musik yang lain dari dangdut biasa.

4. Kuntulan

Kuntulan adalah salah satu seni budaya khas masyarakat Brebes pesisiran pantura berupa seni beladiri pencak silat yang di mainkan lebih dari satu orang yang diiringi dengan musik berupa gendang. Kuntulan bukan hanya memainkan jurus-jurus silat saja tapi juga di gabung dengan permainan ilmu tenaga dalam. Kata kuntulan sendiri berasal dari kata “Kuntul” yaitu nama dari salah satu burung laut berbulu putih seperti burung bangau tapi berekor pendek dan larinya sangat cepat, itulah sebabnya seni kuntulan berkembang di daerah pesisiran pantura Brebes, terutama tahun 90 an group kuntulan semakin banyak di desa-desa pesisir seiring dengan berkembangnya perguruan-perguruan pencak silat seperti perguruan jaka poleng, tai chi, tapak suci, dll. Kesenian kuntulan biasnya di mainkan saat acara-acara tertentu seperti karnaval agustusan, karnaval akhir pelajaran sekolah madrasah diniyah.

5. Tari topeng brebes

Tari Topeng Brebes merupakan jenis tari topeng yang berkembang di wilayah Kabupaten Brebes khususnya berkembang di Kecamatan Losari yang terdapat pengaruh dari kebudayaan di wilayah Cirebon Jawa BaratTari topeng Brebes menceritakan legenda Joko Bluwo, seorang pemuda petani desa yang berwajah buruk rupa berkeinginan untuk mempersunting putri raja yang cantik jelita bernama Putri Candra Kirana. Dikisahkan, keinginan Joko Bluwo akhirnya dikabulkan sang raja, setelah Joko Bluwo memenuhi syarat yang diajukan Raja. Namun, di tengah pesta pernikahan, seorang raja dari kaum raksasa yang juga berkeinginan menikahi putri Candra Kirana datang dan membuat kekacauan. Dia mengajak bertarung pada Joko Bluwo untuk memperebutkan sang putri. Joko Bluwo akhirnya berhasil mengalahkan raja raksasa dan hidup bahagia bersama putri Candra Kirana. 

6. Tari topeng sinok
Tari Topeng Sinok adalah salah satu seni tari khas asal Brebes yang diciptakan oleh Suparyanto dari Dewan Kesenian Kabupaten Brebes yang menggambarkan perempuan yang cantik, luwes dan treingginas. Tarian Topeng Sinok, menceritakan tentang perempuan Brebes, yang pada umumnya mereka merupakan adalah wanita pekerja keras. Kecantikan, keluwesan, dan kenggunannya tak mengurangi kecintaan mereka pada alam dan pekerjaannya sebagai petani. Tari yang merupakan paduan bentuk seni Cirebon, Banyumas dan Surakarta tersebut, seolah hendak mengatakan bahwa perempuan daerah perbatasan Jawa Tengah dan Jawa Barat ini bukanlah pribadi yang manja, cengeng, dan malas.

7.  Reog banjarharjo 
Reog Banjarharjo adalah salah satu kesenian tradisional yang berkembang di wilayah tengah Kabupaten Brebes tepatnya di Kecamatan Banjarharjo yang nyaris punah. Berbeda dengan reog yang selama kita kenal dari Ponorogo, Jawa Timur. Dalam pertunjukan Reog Ponorogo ditampilkan topeng berbentuk kepala singa yang dikenal sebagai "Singa Barong", raja hutan, yang menjadi simbol untuk Kertabumi, dan diatasnya ditancapkan bulu-bulu merak hingga menyerupai kipas raksasa. Tapi reog asal Brebes, dimainkan dua orang bertopeng. Reog Banjarharjo dimainkan oleh dua orang, satu orang ditokohkan sebagai orang yang baik, dan satunya berwatak jahat. Tokoh yang baik mengenakan topeng pentul, dan yang jahat barongan. Dua lakon ini bertarung ketika pertunjukan berlangsung. Ceriteranya mengisahkan seputar mahluk halus yang menghuni sebuah tempat atau rumah. Manakala rumah itu akan ditempati, pentul datang untuk mengusir mahluk halus (barongan). Keduanya biasanya bertarung lebih dulu, sampai akhirnya dimenangkan pentul. Untuk memeriahkan atraksi dua tokoh itu, diiringi musik yang dimainkan tujuh orang satu juru kawi atau sinden. Yaitu, empat orang membawa tetabuhan seperti kendang yang digendong di depan, satu orang memainkan terompet, gong dan satu lagi kecrek. Tetabuhan kendang dipukul dengan tongkat, sambil menari mengikuti irama musik.

8. Calung
Calung merupakan alat musik Sunda yang merupakan prototipe (purwarupa) dari angklung. Berbeda dengan angklung yang dimainkan dengan cara digoyangkan, cara menabuh calung adalah dengan memukul batang (wilahan, bilah) dari ruas-ruas (tabung bambu) yang tersusun menurut titi laras (tangga nada) pentatonik (da-mi-na-ti-la). Jenis bambu untuk pembuatan calung kebanyakan dari awi wulung (bambu hitam), namun ada pula yang dibuat dari awi temen (bambu yang berwarna putih). Bukan hanya di Sunda saja tetapi Brebes seringkali memakai calung untuk festival atau perayaan ulang tahun Brebes.

Terimakasih, Semoga bermanfaat ya! Wassalamualaikum Wr. Wb.

Selasa, 01 Maret 2016

5 Teori Masuknya Hindu Budha di Indonesia

Teori masuknya Hindu Budha ke Indonesia yang dikemukakan para ahli sejarah umumnya terbagi menjadi 2 pendapat. Pendapat pertama menyebutkan bahwa dalam proses masuknya kedua agama ini, bangsa Indonesia hanya berperan pasif. Bangsa Indonesia dianggap hanya sekedar menerima budaya dan agama dari India. Proses masuknya pengaruh budaya India ke Indonesia, sering disebut penghinduan. Pada dasarnya istilah ini sebenarnya kurang tepat, karena disamping agama Hindu, masuk pula agama Budha. Proses ini terjadi didahului adanya hubungan Indonesia dengan India, sebagai akibat perubahan jalur perdagangan dari jalur tengah (sutera) berganti ke jalur pelayaran (rempah-rempah. Hal ini didasarkan bukti peninggalan arca dan prasasti di Indonesia. Sedangkan di India terdapat karya sastra, diantaranya kitab Jataka, Ramayana dan Raghuwamsa. Kitab Jataka berisi kisah perjalanan Budha yang menjumpai Swarnabhumi.
Ada 3 teori yang menyokong pendapat ini yaitu teori Brahmana, teori Waisya, dan teori Ksatria. Pendapat kedua menyebutkan bahwa banga Indonesia juga bersifat aktif dalam proses penerimaan agama dan kebudayaan Hindu Budha. Dua teori yang menyokong pendapat ini adalah teori arus balik dan teori Sudra.

1. Teori Brahmana oleh Jc.Van Leur Teori
Brahmana adalah teori yang menyatakan bahwa masuknya Hindu Budha ke Indonesia dibawa oleh para Brahmana atau golongan pemuka agama di India. Teori ini dilandaskan pada prasasti-prasasti peninggalan kerajaan Hindu Budha di Indonesia pada masa lampau yang hampir semuanya menggunakan huruf Pallawa dan bahasa Saksekerta. Di India, aksara dan bahasa ini hanya dikuasai oleh golongan Brahmana.
Selain itu, teori masuknya Hindu Budha ke Indonesia karena peran serta golongan Brahmana juga didukung oleh kebiasaan ajaran Hindu. Seperti diketahui bahwa ajaran Hindu yang utuh dan benar hanya boleh dipahami oleh para Brahmana. Pada masa itu, hanya orang-orang golongan Brahmana-lah yang dianggap berhak menyebarkan ajaran Hindu. Para Brahmana diundang ke Nusantara oleh para kepala suku untuk menyebarkan ajarannya pada masyarakatnya yang masih memiliki kepercayaan animisme dan dinamisme.

2. Teori Waisya oleh NJ. Krom Teori
Waisya menyatakan bahwa terjadinya penyebaran agama Hindu Budha di Indonesia adalah berkat peran serta golongan Waisya (pedagang) yang merupakan golongan terbesar masyarakat India yang berinteraksi dengan masyarakat nusantara. Dalam teori ini, para pedagang India dianggap telah memperkenalkan kebudayaan Hindu dan Budha pada masyarakat lokal ketika mereka melakukan aktivitas perdagangan. Karena pada saat itu pelayaran sangat bergantung pada musim angin, maka dalam beberapa waktu mereka akan menetap di kepulauan Nusantara hingga angin laut yang akan membawa mereka kembali ke India berhembus. Selama menetap, para pedagang India ini juga melakukan dakwahnya pada masyarakat lokal Indonesia.

3. Teori Ksatria oleh C.C. Berg, Mookerji, dan J.L. Moens
Dalam teori Ksatria, penyebaran agama dan kebudayaan Hindu-Budha di Indonesia pada masa lalu dilakukan oleh golongan ksatria. Menurut teori masuknya Hindu Budha ke Indonesia satu ini, sejarah penyebaran Hindu Budha di kepulauan nusantara tidak bisa dilepaskan dari sejarah kebudayaan India pada periode yang sama. Seperti diketahui bahwa di awal abad ke 2 Masehi, kerajaan-kerajaan di India mengalami keruntuhan karena perebutan kekuasaan. Penguasa-penguasa dari golongan ksatria di kerajaan-kerajaan yang kalah perang pada masa itu dianggap melarikan diri ke Nusantara. Di Indonesia mereka kemudian mendirikan koloni dan kerajaan-kerajaan barunya yang bercorak Hindu dan Budha. Dalam perkembaangannya, mereka pun kemudian menyebarkan ajaran dan kebudayaan kedua agama tersebut pada masyarakat lokal di nusantara.

4. Teori Arus Balik (Nasional) oleh F.D.K Bosch
Teori arus balik menjelaskan bahwa penyebaran Hindu Budha di Indonesia terjadi karena peran aktif masyarakat Indonesia di masa silam. Menurut Bosch, pengenalan Hindu Budha pertama kali memang dibawa oleh orang-orang India. Mereka menyebarkan ajaran ini pada segelintir orang, hingga pada akhirnya orang-orang tersebut tertarik untuk mempelajari kedua agama ini secara langsung dari negeri asalnya, India. Mereka berangkat dan menimba ilmu di sana dan sekembalinya ke Indonesia, mereka kemudian mengajarkan apa yang diperolehnya pada masyarakat Nusantara lainnya.

5. Teori Sudra oleh van Faber
Teori Sudra menjelaskan bahwa penyebaran agama dan kebudayaan Hindu Budha di Indonesia diawali oleh para kaum sudra atau budak yang bermigrasi ke wilayah Nusantara. Mereka menetap dan menyebarkan ajaran agama mereka pada masyarakat pribumi hingga terjadilah perkembangan terhadap arah kepercayaan mereka yang awalnya animisme dan dinamisme menjadi percaya pada ajaran Hindu dan Budha.